Minggu, 07 Februari 2010

ILMU PENGETAHUAN

Ilmu atau “sains”adalahpengetahuan tentang fakta-fakta, baik natura atau sosial, yang berlaku umum dan sistematik. Karena ilmu berlaku umum, maka darinya dapat disimpulkan pernyataan-pernyataan yang didasarkan pada beberapa kaidah umum pula. Ilmu tidak lain dari suatu pengetahuan yang sudah terorganisir serta tersusun secara sistematik menurut kaidah umum.
1. Ilmu dan Proses Berpikir.
Dua buah definisi dari ilmu adalah sebagai berikut: “Ilmu adalah pengetahuan yang bersifat umum dan sistematik. Pengetahuan dari mana dapat disimpulkan dalil-dalil tertentu menurut kaidah-kaidah yang umum.”
“ilmu adalah pengetahuan yang sudah dicoba dan diatur menurut urutan dari arti serta menyeluruh dan sistematik.
Ilmu lahir karena manusia diberkahi Tuhan suatu sikap ingin tahu. Keingintahuan seseorang terhadap permasalahan di sekelilingnya dapat menjurus kepada keingintahuan ilmiah. Misalnya, dari perrtanyaan apakah bulan mengelilingi bumi, apakah matahari mengelilingi bumi, timbul keinginan untuk mengadakan pengamatan secara sistematik, yang akhirnya melahirkan kesimpulan bahwa bumi itu bulat, bahwa bulan mengelilingi matahari dan bumi juga mengelilingi matahari. Juga bidang ilmu-ilmu sosial, keingintahuan tentang masalah-masalah sosial telah membuat orang mengadakan pengamatan-pengamatan secara sistematik terhadap fenomena-fenomena sosial seperti Sosiologi, Antropologi, dan sebagainya.
Menurut Maranon (1953), ilmu mencakup lapangan yang sangat luas, menjangkau semua aspek tentang progres manusia secara menyeluruh. Termasuk di dalamnya pengetahuan yang telah dirumuskan secara sistematik melalui pengamatan dan percobaan yang terus menerus, yang telah menghasilkan penemuan kebenaran yang bersifat umum. Tan (1954) berpendapat bahwa ilmu bukan saja merupakan suatu himpunan pengetahuan yang sistematis, tetapi juga merupakan suatu metodologi. Ilmu telah memberikan metode dan system, yang mana tanpa ilmu, semua itu akan merupakan suatu kebutuhan saja. Nilai dari ilmu tidak saja terletak dalam pengetahuan yang dikandungnya, sehingga si penuntut ilmu menjadi seorang yang ilmiah, baik dalam ketrampilan, dalam pandangan, maupun tindak tanduknya.
Ilmu merupakan materi-materi alamiah serta memberikan suatu sosialisasi sebagai hukum alam. Ilmu membentuk kebiasaan serta meningkatkan ketrampilan observasi, percobaan (eksperimentasi), klasifikasi, analisa serta membuat generalisasi. Dengan adanya keingintahuan manusia yang terus-menerus, maka ilmu akan terus berkembang dan membantu kemampuan persepsi serta kemampuan berpikir secara logis, yang disebut penalaran.
Konsep antara ilmu dan berpikir adalah sama. Dalam memecahkan masalah, keduanya dimulai dari adanya rasa sangsidan kebutuhan akan suatu hal yang bersifat umum. Kemudian timbul suatu pertanyaan yang khas, dan selanjutnya dipilih suatu pemecahan tentatif untuk penyelidikan.
Proses berpikir adalah suatu refleksi yang teratur dan hati-hati. Proses berfikir lahir dari satu rasa sangsi akan sesuatu dan keinginan untuk memperoleh suatu ketentuan, yang kemudian tumbuh menjadi suatu masalah yang khas. Masalah ini memerlukan suatu pemecahan, dan untuk ini dilakukan penyelidikan terhadap data yang tersedia dengan metode yang tepat. Akhirnya, sebuah kesimpulan tentative akan diterima, tetapi masih tetap dibawah penyelidikan yang kritis dan terus-menerus untuk mengadakan evaluasi secara terbuka.
Biasanya, manusia normal selalu berpikir dengan situasi permasalahan. Hanya terdapat hal-hal yang lumrah saja, biasanya reaksi manusia terjadi tanpa berpikir. Ini adalah suatu kebiasaan atau tradisi. Tetapi jika masalah yang dihadapi adalah masalah yang rumit, maka manusia normal akan mencoba memecahkan masalah tersebut menurut langkah-langkah tertentu. Berpikir demikian dinamakan berpikir secara reflektif (reflective thinking) .
Bagaimakah kira-kira proses yang terjadi ketika berpikir? Menurut Dewey (1933) proses berpikir dari manusia normal mempunyai urutan berikut:
· Timbul rasa sulit, baik dalam bentuk adaptasi terhadap alat, sulit mengenal sifat, ataupun dalam menerangkan hal-hal yang munculsecara tiba-tiba.
· Kemudian rasa sulit tersebut diberi definisidalam bentuk permasalahan.
· Timbul suatu kemungkinan pemecahan yang berupa reka-reka, hipotesa, inferensi atau teori.
· Ide-ide pemecahan diuraikan secara rasional melalui pembentukan implikasi dengan jalan mengumpulkan bukti-bukti (data).
· Menguatkan pembuktian tentang ide-ide di atas dan menyimpulkannya baik melalui keterangan-keterangan maupun percobaan-percobaan.
Menurut Kelly (1930), proses berpikir menuruti langkah-langkah berikut :
· Timbul rasa sakit.
· Rasa sulit tersebut didefinisikan
· Mencari suatu pemecahan sementara
· Menambah keterangan terhadap pemecahan tadi yang menuju kepada kepercayaan bahwa pemecahan tersebut adalah benar.
· Melakukan pemecahan lebih lanjut dengan verifikasi eksperimental (percobaan).
· Mengadakan penelitian terhadap penemuan-penemuan eksperimental menuju pemecahan secara mental untuk diterima atau ditolak sehingga kembali menimbulkan rasa sulit.
· Memberikan suatu pandangan ke depan atau gambaran mental tentang situasi yang akan datang untuk apat menggunakan pemecahan tersebut secara tepat.
Dari keterangan-keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa berpikir secara nalar mempunyai dua buah kriteria penting, yaitu :
1. Ada unsur logis di dalamnya, dan
2. Ada unsur analitis di dalamnya.
Ciri pertama dari berpikir adalah adanya unsur logis di dalamnya. Tiap bentuk berpikir mempunyai logikanya sendiri. Dengan perkataan lain berpikir secara nalar tidak lain dari berpikir secara logis. Perlu juga dijelaskan, bahwa berpikir secara logis mempunyai konotasi jamak dan bukan konotasi tunggal. Karena itu, suatu kegiatan berpikir dapat saja logis menurut logika lain. Kecendrungan tersebut dapat menjurus kepada apa yang dinamakan kekacauan penalaran. Hal ini disebabkan karena tidak adanya kositensi dalam menggunakan pola berpikir.
Ciri kedua dari berpikir adalah adanya unsur analitis di dalam berpikir itu sendiri. Dengan logika yang ada ketika berpikir, maka kegiatan berpikir itu secara sendirinya mempunyai sifat analitis, yang mana sifat ini merupakan konsekuensi dari adanya pola berpikir tertentu. Berpikir secara ilmiah berarti melakukan kegiatan analitis dalam menggunakan logika secara ilmiah. Dengan demikian, berpikir tidak terlepas dari daya imaginatif seseorang dalam merangkaikan rambu-rambu pikirannya ke dalam suatu pola tertentu, yang dapat timbul sebagai kejeniusan seorang ilmuawan.
Rasio atau fakta dapat merupakan sumber utama dari nalar atau sumber dari berpikir. Mereka yang berpendapat bahwa rasiolah yang merupakan sumber utama dari kebenaran dalam berpikir digolongkan dalam mazhab rasionalisme. Dilain pihak terhadap mazhab empirisme. Bagi mazhab empirisme, sumber utama dari kebenaran dalam berpikir adalah fakta yang dapat ditangkap melalui pengalaman manusia
Pada hakekatnya, berpikir secara ilmiah merupakan gabungan antara penalaran secara deduktif dan induktif. Masing-masing penalaran ini berkaitan erat dengan rasionalisme atau empirisme. Induksi merupakan cara berpikir untuk menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat individual. Misalnya, fakta menunjukkan bahwa ayam perlu makan untuk hidup. Anjing perlu makan. Singa perlu makan. Maka dari fakta-fakta di atas, secara induktif, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa semua hewan perlu makan untuk hidup. Di lain pihak, terdapat cara berpikir yang berpangkal dari pernyataan yang bersifat umum, dan dari sini ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Berpikir secara demikian dinamakan berpikir secara deduktif. Berpikir secara deduktif sering menggunakan silogisme.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar