Selasa, 08 September 2009

PUASA LANCAR, MENYUSUI AMAN

Bolehkah ibu menyusui berpuasa? Boleh-boleh saja, asalkan si ibu kuat secara fisik dan mental dan bayi tidak kekurangan asupan ASI. Puasa ternyata tidak mengurangi komposisi dan kandungan ASI. Keraguan seringkali menghampiri para ibu hamil dan menyusui saat bulan Ramadhan tiba. Di satu sisi mereka tidak mau melewatkan bulan penuh berkah tersebut dengan menjalankah ibadah puasa.. Disisi lainnya, mereka mempertimbangkan janin yang dikandung atau bayi mungil yang di susuinya. Akan berkurangkah asupan nutrisi bagi mereka saat si ibu puasa?

Ditinjau dari sisi kesehatan, ibu menyusui melakukan puasa memeng sulit untuk memenuhi keseimbangan gizi dan kebutuhan energi yang memang lebih banyak. Namun, bukan berarti mereka dianjurkan tidak berpuasa. Dengan pola berbuka dan sahur yang benar mereka tetap bisa menjalankan ibadah puas.

Konselor Laktasi, Mia Sutanto menuturkan, sebenarnya tidak ada pantangan bagi ibu menyusui untuk berpuasa. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi bagi ibu menyusui yang ingin berpuasa. Ibu harus kuat secara fisik dan mental, kondisi kesehatan bayi dapat tetap terjaga, dan bayi tidak tidak berkurang asupan ASI-nya sehingga berisiko kelaparan.

“Syarat-syarat tersebut harus terpenuhi apabila ibu yang sedang menyusui, ingin tetap melakukan puasa,”tutur Mia yang juga merupakan Ketua Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI). Bagi ibu yang menyusui bayi berusia di atas 6 bulan mungkin sudah bisa memenuhi syarat-syarat yang telah disebutkan di atas. Karena bayi sudah mendapatkan MPASI (Makanan Pendamping ASI).

“Sehingga apabila memang terjadi penurunan produksi ASI sewaktu si ibu berpuasa, maka kebutuhan nutrisi dan gizi dapat tetap terpenuhi melalui tambahan asupan makanan,”tutur Mia yang berpraktik konseling menyusui di The Jakarta Breastfeeding Center

Berbeda dengan ibu menyusui bayi berumur kurang dari 6 bulan. Dalam periode pemberian ASI eksklusif ini bayi benar-benar bergantung pada ASI, karena ASI merupakan satu-satunya sumber asupan si bayi. Ibu menyusui sebaiknya menimbang lebih matang. Jangan sampai puasa yang dilakukan sang ibu mengganggu sumber asupan tersebut. Baik dari segi kuantitas maupun kualitas.

“Sehingga memang untuk ibu-ibu yang masih mempunyai bayi berusia 0-6 bulan, tidak dianjurkan untuk berpuasa untuk menghindari kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan,”pesan wanita yang juga disibukkan dengan profesinya sebagai direktur di PT. Mitra Dua Sejahtera. Apabila ibu dengan bayi berusia 0-6 bulan dan masih memberikan ASI eksklusif, dan si ibu memaksa untuk tetap berpuasa, Mia menyarankan kepada sang ibu agar selalu harus senantiasa mewaspadai beberapa hal.

Beberapa hal yang mungkin terjadi di antaranya adalah ibu mengalami rasa lemas dan rasa lapar yang berlebihan. Produksi ASI juga rentan menurun sehingga bayi terkesan tidak pernah kenyang (missal menyusu terus-terusan, rewel, dan lainnya).”Selain itu, dimungkinkan bayi akan mengalami gangguan tumbuh kembang akibat asupan ASI yang kurang,”paparnya.

Bagi ibu menyusui yang memiliki bayi berusia di atas 6 bulan dan ibu menjalankan ibadah puasa, maka pola menyusui tetap sama, yang berubah tentu adalah pola makanannya.

Masih dikatakan oleh Mia, persiapan yang dapat dilakukan sebelum memasuki bulan Ramadhan selain niat yang tulus dan ikhlas, juga persiapan fisik dan mental, persiapan dukungan dari anggota keluarga, rekan-rekan kantor, dan lainnya. Ibu menyusui juga harus mempersiapkan bayinya dengan cara mengajak bayi berbicara dan memberitahukan bahwa sang ibu akan melakukan ibadah puasa.”Dimana hal itu juga diharapkan agar sang buah hati mau mendukung niat bundanya tersebut,”ujarnya.

Kondisi tiap ibu berbeda. Oleh karena itu, dikatakan Mia, bagi ibu-ibu yang sejak awal produksi ASI-nya memang pas-pasan, dan termasuk fluktuatif atau sensitive terhadap pengaruh faktor-faktor tertentu misalnya ibu sedang stress, maka kemungkinan apabila ia berpuasa, maka produksi ASI-nya akan terpengaruh.

Namun, bagi ibu menyusui yang tak bermasalah, puasa tetap bisa dijalankan. Mia berpesan bagi ibu menyusui yang ingin berpuasa untuk tetap mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang, tingkatkan asupan protein dan cairan atau minuman. Usahakan pola makan tetap 3x sehari, yaitu saat sahur, berbuka puasa, dan setelah shalat tarawih.

“Jangan lupa untuk tetap memantau kondisi diri sendiri dan kondisi bayi tetap agar senantiasa sehat,”pesan ibu dua anak itu.

Hal yang sama juga dikatakan oleh dokter anak dari Rumah Sakit Puri Indah Jakarta Barat, Dr Jeanne Roos Tikoalu, SpA bahwa ibu harus cukup makan dengan gizi yang seimbang dan cukup konsunsi air saat tidak puasa yaitu antara waktu berbuka sampai sahur.

“Bila ibu memiliki motivasi yang kuat untuk memberikan yang terbaik bagi bayinya, pasti ibu akan bisa tetap mempertahankan kegiatan laktasinya,”ujar Jeanne.

Ia mengatakan, meski puasa, ibu harus tetap menyusui bayi secara rutin dan teratur. Dan saat puasa, bila ibu merasa haus dan tidak tahan untuk puasa dan menyusui, usahakan mempunyai cadangan ASI yang sebetulnya sudah bisa mulai ditabung sebelum bulan puasa tiba. Tetapi jika tidak memiliki cadangan ASI sebelum bulan puasa tiba, ibu dapat memeras ASI seiap kali selesai menyusui bayinya.

“Jangan lupa mencantumkan tanggal dan jam waktu pemerahan ASI cadangan tersebut dan gunakan ASI yang sudah disimpan terlebih dahulu,”kata Jeanne. Jeanne mengingatkan, walaupun ASI yang keluar saat pemerahan hanya berjumlah sedikit, kandungan lemaknya cukup tinggi sehingga dengan jumlah sedikit sudah cukup dapat mengenyangkan bayi

Komposisi ASI Tak Berkurang Selama Puasa

Tidak dapat dimungkiri, saat puasa, cairan tubuh kita berkurang hingga 2-3%. Pada keadaan normal, ada mekanisme”rasa haus” yang mencegah kita dari kekurangan cairan. Namun, disaat puasa, secara otomatis otak mengatur agar pengeluaran cairan tubuh melalui air seni dan keringat dihemat.

Walaupun ibu tidak makan selama 14 jam, komposisi ASI-nya tidak akan berubah atau berkurang kualitasnya dibandingkan saat tidak berpuasa. Sebab, tubuh akan melakukan mekanisme kompensasi dengan mengambil cadangan zat-zat gizi, yaitu energi, lemak, dan protein serta vitamin dan mineral dari simpanan tubuh.

Begitu ibu berbuka, tubuh akan mengganti cadangan zat-zat gizi tadi, sehingga ibu tidak akan kekurangan zat gizi untuk memenuhi aktivitas serta mempertahankan kesehatan tubuhnya. (SINDO)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar